Teater Genta Malini Pentaskan Adaptasi ‘Katemu Ring Tampaksiring’

3 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Teater Genta Malini SMA Negeri 1 Gianyar memukau penonton saat menampilkan drama ‘Matemuang Samaya’ pada Panggung Apresiasi Seni Sastra Bulan Bahasa Bali (BBB) ke-7 Tahun 2025 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Sabtu (22/2). Pentas seni dikemas sangat apik, tak hanya menghibur, juga sarat pesan moral. Sutradara Ni Putu Kliyo Meita mengatakan, Teater Genta Malini membawakan cerita adaptasi dari karya (alm) Made Sangra yang berjudul ‘Katemu Ring Tampaksiring’. Diadaptasi menjadi ‘Matemuang Semaya’. “Secara alur sama saja, tetapi kami memasukkan tokoh lain untuk mendukung tema Bulan Bahasa Bali ke-7,” ujar Putu Kliyo usai pementasan.

Pementasan ini mengisahkan seorang wartawan asal Belanda, Van Steven yang datang ke Bali bersama rombongannya. Rombongan turis ini berwisata ke Tirta Empul, Tampak Siring. Di Objek Wisata Tirta Empul, wartawan itu bertemu dengan penjual oleh-oleh khas Bali, Luh Rai. Mereka kemudian saling jatuh cinta. Namun, keduanya tidak tahu bahwa mereka itu sebenarnya bersaudara kandung. Ayah Van Steven dan Luh Rai itu adalah orang yang sama yaitu orang Belanda yang sempat tinggal di Bali dan menikah dengan orang Bali bernama Kompyang. Karena menjalankan tugasnya sebagai tentara, ayah mereka kembali ke Belanda. 

Saat pulang ke Belanda, dia hanya membawa anak pertamanya, Van Steven. Sementara Luh Rai tidak ikut ke Belanda karena masih dalam kandungan. Cerita klasik itu merupakan kisah asli dari karya Made Sangra. Namun, kisah itu kemudian diadaptasi dengan menambahkan peran lain, seperti tokoh Ajik selaku peran antagonis. Termasuk menambahkan peran I Geblag dan I Geblug yang berperan seperti parekan (punakawan) untuk mencairkan suasana pementasan. “Kalau cerita aslinya itu kisah roman. Kami sengaja adaptasikan dengan mengangkat unsur alam atau pesan, bahwa Bali tidak sedang baik-baik saja. Tanah Bali banyak ditumbuhi beton,” ungkapnya. 

Tokoh Ajik misalnya melambangkan keserakahan orang Bali yang menjual tanahnya untuk orang asing. “Ajik itu merupakan orang Bali yang serakah yang tidak memikirkan kalau sawah-sawah itu merupakan warisan yang kita miliki. Tanah itu merupakan warisan kita, carik-carik adalah milik kita,” kata Putu Kliyo. Drama ini menegaskan, keberadaan sawah di Bali sangat penting untuk masyarakat Bali. Krama Bali digambarkan tidak hanya menjaga hubungan harmonis sesama manusia, tetapi juga menjaga hubungan hamonis dengan lingkungan dan Sang Maha Kuasa. Karena itu, dalam adegan juga menampilkan kisah Luh Rai yang melakukan kegiatan keagamaan, mabanten (menghaturkan sesajen).

Putu Kliyo menjelaskan, Teater Genta Malini telah mempersiapkan diri lebih dari sebulan. Mulai dari penyuntingan naskah, menentukan tema dan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan Bali. Termasuk berkoordinasi dalam melakukan adaptasi karya Made Sangra ini. “Kami melakukan penyuntingan naskah sekitar satu minggu sekalian casting mencari pemain,” paparnya. Penampilan Teater Genta Malini dalam Panggung Apresiasi Seni Sastra karena tampil sebagai Juara I saat perayaan Bulan Bahasa Bali ke-6 tahun 2024. “Kami sangat senang dan bangga diberikan apresiasi untuk pentas. Kami juga berterima kasih kepada sekolah yang memberi dukungan atas pementasan drama ini,” tegas Putu Kliyo. 7 adi
Read Entire Article