Peserta Lewati Tantangan Membaca Lontar ‘Wayah’

1 day ago 1
ARTICLE AD BOX
Para peserta setingkat SMA/SMK menghadapi tantangan membaca lontar yang sarat kandungan tattwa (filsafat Hindu). 

Lomba yang diikuti 9 peserta merupakan perwakilan dari 9 kabupaten/kota di Bali. Pada akhirnya, Duta Kabupaten Tabanan berhasil meraih Juara I, sementara di posisi juara II dan III masing-masing diraih oleh Duta Kabupaten Gianyar dan duta Kota Denpasar. 

Juri Prof Dr Drs I Made Surada, MA mengatakan, penampilan dari 9 peserta tampak bersemangat mengikuti lomba membaca lontar ini. Namun, tidak ada peserta yang membaca lontar dengan mulus. Semua peserta memiliki kesalahan dalam membaca. “Itu wajar, karena lontar itu baru, dan di dalamnya ada istilah-istilah baru yang mereka kenal. Berbeda dengan lomba tahun lalu, adalah cerita, sehingga dipahami oleh peserta,” kata Surada.

Menurut Surada, dari segi vokal, semua peserta memiliki kualitas vokal yang bagus. Hanya saja, karena tidak mengerti akhirnya mereka salah baca. “Intonasinya juga rata-rata menarik. Jika maknanya dipahami, maka intonasinya akan bagus. Dari segi keutuhan, mereka diberikan waktu 10 menit mampu membaca secara utuh. Lalu, ketepatan membaca dan penampilan yang rata-rata bagus. Termasuk dalam segi menyimak, mereka tampak bagus karena memang mamahami makna teks itu,” ujar Surada. 

Guru Besar UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar ini menjelaskan, jenis lontar yang dibaca ini terlalu ‘wayah’, yang tidak sesuai dengan umur para peserta yang setingkat SMA dan SMK ini. Jenis lontar itu masuk teologi Hindu, yakni tentang para Dewa atau Bhatara-bhatara yang berstana di Pura Besakih kemudian Dewa-Dewa yang berstana pada setiap penjuru mata angin, lalu dikaitkan dengan pura-pura sesuai dengan penjuru mata angin tersebut. 

Isi lontar secara umum adalah menguraikan tentang Bhatara-Bhatara atau para Dewa Ista Dewata yang wajib disungsung oleh desa adat di Bali. Selain itu, juga menguraikan tentang Pura Penataran Agung di Besakih. 

“Mohon maaf, kami melihat dari tulisan, lontar ini cukup baru, tata tulisnya masih banyak yang kurang, terutama pasang aksara banyak yang menyimpang,” imbuhnya.

Karena itu, lanjut Prof Surada, jenis lontar yang dibaca ini untuk seumuran para peserta terlalu sulit. Maka, wajar mereka tak terlalu lancar membacanya. “Bagaimana mereka membaca, kalau mereka tidak memahami dari maksud dari tulisan itu. Kalau orang-orang yang mengetahui teologi tidak masalah dalam membacanya. Tetapi, kami mengagumi penampilan para peserta lomba baca lontar kali ini yang sangat lumayan, meskipun semua peserta ada yang salah,” imbuhnya.adi
Read Entire Article