Lebaran Tanpa THR, Dilema Pekerja Gig di Era Ekonomi Fleksibel

4 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
Ekonomi gig, yang menawarkan fleksibilitas kerja berbasis proyek atau tugas, telah menjadi tulang punggung bagi jutaan pekerja di Indonesia. Namun, polemik mengenai pemberian THR bagi mitra platform digital terus memicu perdebatan antara kepentingan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan industri. 

Berdasarkan penelitian terbaru dari SBM ITB 2023, sektor ekonomi gig berkontribusi sekitar Rp 382,62 triliun atau 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada 2022. 

Pekerja gig, seperti mitra pengemudi, kurir, desainer, hingga content creator, menikmati fleksibilitas waktu dan tempat kerja yang tidak dimiliki pekerja formal. Namun, di balik manfaat tersebut, muncul tuntutan agar mitra platform digital mendapatkan THR, layaknya karyawan tetap.  

Pro dan Kontra THR bagi Pekerja Gig 

Pemerintah telah mulai merespons tuntutan ini dengan menginisiasi regulasi yang mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak agar THR diberikan dalam bentuk tunai, bukan insentif. Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra.  

Di satu sisi, pemberian THR dianggap sebagai bentuk perlindungan bagi pekerja gig. Di sisi lain, hal ini dapat menjadi beban finansial bagi perusahaan, terutama yang masih menghadapi tantangan keuangan. 

Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, mengingatkan bahwa regulasi yang tidak seimbang berisiko menghambat pertumbuhan industri dan mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.  

Belajar dari kasus di luar negeri, kebijakan serupa telah menimbulkan efek domino negatif. Di Inggris, kenaikan biaya layanan sebesar 10-20% setelah Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan justru menurunkan permintaan hingga 15%. 

Di Spanyol, reklasifikasi pekerja gig menjadi karyawan tetap menyebabkan pengurangan jumlah mitra hingga 50%. Sementara di New York, regulasi upah minimum bagi pekerja gig memicu kenaikan biaya operasional dan penurunan pendapatan bersih mitra.  

Solusi Berkelanjutan 

Menyikapi polemik ini, sejumlah ahli menyarankan pendekatan yang lebih inklusif. Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, pakar ketenagakerjaan, menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja tetap, sehingga THR tidak dapat dipaksakan tanpa implikasi hukum. Hanif Dhakiri, mantan Menteri Ketenagakerjaan, menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan.  

Beberapa platform ride-hailing telah mengambil langkah proaktif untuk mendukung mitra mereka. Grab, misalnya, menawarkan program GrabBenefits yang mencakup asuransi kesehatan, beasiswa, dan pelatihan keterampilan. Gojek menyediakan asuransi kecelakaan, bantuan finansial, dan program loyalitas. Sementara Lalamove fokus pada insentif berbasis performa dan perlindungan sosial melalui BPJAMSOSTEK.  

Dialog Terbuka untuk Solusi Berkeadilan 

Menurut Wijayanto Samirin, ekonom senior, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan keragaman kebutuhan mitra. “Fleksibilitas adalah daya tarik utama pekerjaan ini. Jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut,” ujarnya.  

Prof. Dr. Aloysius Uwiyono menambahkan, pemerintah sebaiknya fokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum, tanpa intervensi langsung dalam hubungan kemitraan. “Dinamika pasar harus dibiarkan berkembang secara alami agar tercipta ekosistem yang kompetitif dan berkelanjutan,” tegasnya.  

Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, Hanif Dhakiri mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan perlindungan pekerja. “Beban finansial tambahan bagi perusahaan dapat berdampak negatif, seperti kenaikan tarif, pemotongan insentif, atau pengurangan jumlah mitra,” ujar mantan Menteri Ketenagakerjaan ini.  

Dengan memberikan manfaat berkelanjutan seperti insentif, perlindungan sosial, dan pelatihan keterampilan, pekerja gig dapat menikmati kesejahteraan jangka panjang tanpa mengorbankan fleksibilitas kerja. Pendekatan ini diharapkan dapat memastikan ekosistem ekonomi gig tetap sehat dan inklusif bagi semua pihak, terutama dalam menyambut momen penting seperti Hari Raya Idul Fitri.

Read Entire Article