Harusnya Rp 900 Miliar, Pungutan Wisman di Bali 'Hanya' Dapat Rp 318 Miliar, Apa Penyebabnya?

7 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Sejak diberlakukan mulai 14 Februari 2024 lalu,
pungutan bagi wisatawan asing (PWA) belum berjalan optimal. Jumlah PWA
yang terkumpul masih timpang dengan angka kunjungan wisatawan asing ke
Pulau Dewata. Apa tantangannya?

Menurut data yang diterima NusaBali.com dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali, PWA yang terkumpul selama tahun 2024 sebesar Rp 318,2 miliar. PWA ini terkumpul dari 2,1 juta wisman yang melakukan pembayaran. Baru sekitar 40 persen dari jumlah wisman yang berkunjung ke Bali.

Lantas bagaimana dengan 60 persen wisman lain yang tidak membayar PWA. Hal ini menjadi sorotan dari berbagai pihak di dunia pariwisata. Jangan sampai adanya wisman yang membayar dan tidak membayar PWA ini terkesan tebang pilih dan berdampak buruk bagi pariwisata Bali.

Ada beberapa tantangan yang tengah dihadapi pemangku kepentingan dalam implementasi PWA ini. Permasalahan ini mulai dari efektivitas sosialisasi, kebijakan di bandara, mekanisme pembayaran, sampai kekhawatiran dari endpoint seperti akomodasil dan agen perjalanan.

Permasalahan ini mengemuka di pertemuan Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, Kepala Dinas Pariwisata Tjok Bagus Pemayun, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Gede Pramana, Direktur Bisnis Bank BPD Bali I Nyoman Sumanaya, dan Ketua ASITA Bali Putu Winastra di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali di Denpasar, Kamis (23/1/2025).

Sudah Sosialisasi, Belum Semua Wisman Tahu PWA

Sejak Perda Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang PWA untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali ditetapkan 8 Agustus 2023, Pemerintah Provinsi Bali punya waktu enam bulan untuk melakukan sosialisasi sebelum diterapkan 14 Februari 2024.

Sekretaris Daerah Provinsi Bali menuturkan, pemerintah telah melakukan sosialisasi sampai ke luar negeri melalui KBRI maupun perwakilan negara asing di Jakarta, dibantu Kementerian Luar Negeri. Menggandeng pelaku pariwisata khususnya ASITA untuk menyebarkan kebijakan baru ini ke klien mereka.

“Mestinya pesan ini sampai ke seluruh dunia, tapi kenyataannya tidak bisa begitu. Informasi yang telah disampaikan ini tidak mungkin juga menjangkau seluruh warga negaranya (duta besar),” tutur Dewa Indra.

Selain itu, terjadi banyak penyesuaian teknis pelaksanaan PWA sampai sepekan sebelum implementasi. Di mana, ditetapkan Pergub Bali Nomor 2 Tahun 2024 yang menggantikan Pergub Nomor 36 Tahun 2023. Perubahan ini membuyarkan rencana autogate PWA di bandara.

Lokasi Konter PWA di Bandara Tidak Strategis

Perubahan teknis pelaksanaan PWA sampai menetapkan Pergub baru, salah satunya dilatarbelakangi kebijakan otoritas Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Bahwa, peraturan daerah tidak dapat dilaksanakan di teritorial internasional.

Ide awal menggunakan autogate PWA di bandara dilatarbelakangi Perda Nomor 6 Tahun 2023 yang mengatur PWA dibayar ketika wisman memasuki pintu masuk Bali. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan lantaran Perda tidak berlaku di teritorial internasional.

Sebelum wisman melewati konter Imigrasi, mereka belum memasuki teritorial Indonesia. “Ketika kami tarik pemungutannya ke belakang setelah Imigrasi, ketemu lagi Bea Cukai, tidak boleh lagi di situ, keluar lagi setelah Bea Cukai,” imbuh Sekda Dewa Indra.

Walhasil, posisi konter PWA di bandara menjadi tidak strategis. Selain itu, ada kekhawatiran dari otoritas bandara terhadap penambahan konter baru ini menyebabkan kerumunan dan menambah titik berhenti penumpang. Hal ini mempengaruhi efektivitas implementasi PWA.

Di samping itu, pada awal-awal pelaksanaan PWA, masih sedikit petunjuk informasi mengenai lokasi konter dan kewajiban wisman membayar PWA di titik-titik strategis di dalam bandara.

Wisman Lolos karena Petugas Tidak Boleh ‘Menjajakan’ di Bandara

Lokasi konter yang tidak strategis, menurut Kepala Dinas Pariwisata Tjok Bagus Pemayun, menyebabkan wisman tidak mengetahui bahwa konter yang mereka lewati adalah helpdesk untuk pembayaran PWA. Ini sesuai survei lapangan yang dilakukan.

Hal ini memicu kesulitan petugas di lapangan untuk mendeteksi wisman yang sudah bayar dan yang belum. “Kami hanya boleh random checking, tidak boleh mencegat semua yang lewat karena itu mengganggu kenyamanan,” ujar Tjok Bagus.

Di sisi lain, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Gede Pramana mengkritisi perlakuan berbeda antara konter vendor kartu sim dengan konter PWA di bandara. Menurutnya, mereka boleh bertindak seperti menjajakan kartu sim tapi petugas PWA tidak diperbolehkan.

“Teman-teman Ombudsman perlu juga ke bandara, mengapa kami diberikan tempat yang tidak bagus. Kami juga tidak boleh seperti menjajakan, tetapi mengapa yang menjual sim card itu boleh menjajakan ke mana-mana? Padahal, ini demi budaya Bali,” ungkap Pramana.

Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik di dalam pelaksanaan PWA ini bertugas pada lini digitalisasi pungutan. Di mana, mereka memelihara aplikasi dan situs web pembayaran PWA yakni Love Bali (lovebali.baliprov.go.id).

Love Bali Terancam Kejahatan Siber

Dikarenakan efektivitas pembayaran di pintu masuk Bali berkurang akibat faktor-faktor yang dijelaskan tadi, Pergub Bali Nomor 2 Tahun 2024 mengoptimalkan pembayaran PWA melalui Love Bali. Wisman yang akan berkunjung ke Bali wajib membayar PWA sebelum keberangkatan.

Namun, Pemprov Bali mendeteksi laman web penting untuk implementasi PWA ini mendapat ancaman kejahatan siber. Sebab, ketika laman Love Bali dibuka, pengguna malah diarahkan ke situs lain yang juga menawarkan pembayaran ‘resmi.’

Kepala Dinas Pariwisata Tjok Bagus Pemayun menjelaskan, hal ini sempat dialami pengakses Love Bali di luar negeri. “Ketika Love Bali itu diklik yang muncul Bali Tax,” jelasnya.

“Ada yang mencoba membuat sistem yang mirip-mirip (Love Bali), tujuannya pasti kejahatan,” imbuh Sekda Dewa Indra.

Pembayaran yang dikenakan di situs menyerupai Love Bali ini berkali lipat dari yang seharusnya yakni Rp 150.000. Tidak ketahui apakah ada korban penipuan siber ini. Jika ada, maka PWA Bali ‘bocor’ karena kejahatan siber. Namun, Sekda Dewa Indra memastikan masalah ini telah ditangani.

Untuk diketahui, situs pembayaran terintegrasi aplikasi Love Bali ini dibuat tanpa alokasi anggaran. Sebab, rencana awal sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2023, pembayaran dilakukan di pintu masuk Bali seperti bandara bukan prakeberangkatan seperti sekarang ini.

Kendala Kanal Pembayaran Antarnegara

Pembayaran PWA melalui aplikasi Love Bali sepenuhnya dilakukan secara nontunai alias cashless untuk menjaga transparansi. Sayangnya, tidak semua kanal pembayaran yang disediakan bank persepsi PWA yakni BPD Bali yang bekerja sama dengan BCA dapat terkoneksi dengan kanal pembayaran nontunai milik wisman.

“Kanal pembayaran mereka belum bisa diterima oleh Bank BPD bahkan oleh Bank BCA. Contoh, Tiongkok. Mereka punya sistem pembayaran sendiri. Kami siapkan aplikasinya di sini tapi tidak konek,” beber Sekda Dewa Indra.

Beberapa negara memiliki sistem pembayaran nontunai yang eksklusif seperti Tiongkok. Wisman asal Negeri Tirai Bambu yang juga salah satu penyumbang wisatawan asing terbesar ke Bali ini memiliki kanal pembayaran nontunai populer di negaranya seperti seperti WeChat Pay dan Alipay.

Bank BPD Bali, kata Sekda Dewa Indra, lantas berkonsultasi ke Bank Indonesia untuk meminta arahan terkait upaya membuka kanal pembayaran baru. Namun, hal ini dinilai belum cukup lantaran setiap negara memiliki kanal pembayaran populer lainnya yang tidak beroperasi di Indonesia.

Untuk itu, bank persepsi perlu terus memperluas kanal pembayaran yang dapat menerima kanal-kanal pembayaran wisman.

Direktur Bisnis Bank BPD Bali I Nyoman Sumanaya menjelaskan bahwa Visa, MasterCard, American Express, JCB merupakan kanal pembayaran yang digunakan di banyak negara. Namun, Tiongkok memang perlu pendekatan berbeda karena sistem pembayaran mereka yang sangat eksklusif.

“Jadi, perlu regulasi dua negara. Kami menunggu WeChat dan Alipay itu diakomodir sebagai principal oleh BCA maka terbuka lagi kanal pembayaran ini,” sebut Sumanaya.

Kekhawatiran Endpoint PWA

Sementara itu, pembayaran PWA sebelum keberangkatan dan melalui helpdesk di bandara merupakan dua dari tiga opsi optimalisasi pungutan wisman.

Wisman yang lolos atau tidak mengetahui adanya PWA dari dua opsi ini bakal dijaring melalui endpoint. Endpoint ini seperti tempat akomodasi, agen perjalanan, maupun daya tarik wisata.

Sekda Dewa Indra mengakui pelaksanaan PWA di endpoint juga belum optimal. Faktor penyebabnya adalah kekhawatiran pelaku pariwisata akan kesan adanya tarif tambahan yang dikenakan kepada wisatawan akibat melayani pembayaran PWA ini.

Sementara itu, Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Bali Putu Winastra mengemukakan kekhawatiran terhadap potensi pembayaran PWA yang difasilitasi ASITA dipandang sebagai pendapatan. Sebab, akan berpengaruh terhadap kewajiban pajak para anggota ASITA.

“Dari konsultasi dengan kantor pajak terkait tugas kami menjadi endpoint. Di situlah ketakutan kami, ketika kami menerima uang dari wisatawan, itu akan menjadi pendapatan buat kami. Ketika ada pendapatan, kami harus bayar pajak, padahal itu hanya singgah saja di akun kami,” jelas Winastra.

Di sisi lain, Sekda Dewa Indra menuturkan bahwa Perda yang mengatur PWA yakni Perda Nomor 6 Tahun 2023 belum mengatur tentang kerja sama dengan pihak lain. Di dalamnya juga belum diatur mengenai insentif yang bisa diberikan pemerintah bagi mitra yang membantu pelaksanaan PWA.

“Bagi kami insentif tidak begitu penting karena komitmen kami terhadap pelayanan. Tetapi, kami juga perlu melindungi usaha kami sebagai private sector,” tegas Winastra.

Solusi

Sekda Dewa Indra menegaskan bahwa sekarang ini Perda Nomor 6 Tahun 2024 sedang dalam proses perubahan. Pemerintah menyadari kelemahan Perda ini lantaran selain tidak mengatur kerja sama dan insentif, juga tidak mengatur tentang sanksi bagi wisman yang tidak membayar PWA.

Penerapan PWA satu tahun terakhir disebut menjadi bahan evaluasi yang kuat untuk penyempurnaan Perda. Tiga komponen baru di Perda ini diharapkan dapat mengoptimalkan PWA karena endpoint terjamin secara regulasi dan pemerintah bisa melakukan tindakan bagi wisman yang tidak membayar PWA.

“Tahun 2025 ini, apalagi tahun selanjutnya pasti (PWA) akan lebih optimal dari tahun 2024,” tegas Dewa Indra. *rat
Read Entire Article