ARTICLE AD BOX
Ketua ST Dharma Sakti, I Putu Tito Ananda Putra, mengatakan bahwa hingga awal Desember, progres pengerjaan telah mencapai 25 persen. Ogoh-ogoh mereka menggunakan bahan utama rotan yang dilapisi kertas solek, serta mengadopsi sistem bongkar pasang untuk tokoh Patih dan Prajurit, guna mempermudah proses perakitan dan transportasi.
Fokus pada Karya, Bukan Sekadar Juara
Tito mengungkapkan bahwa ajang tarung bebas ogoh-ogoh tahun 2025 memberikan tantangan baru bagi ST di Denpasar Selatan, wilayah yang dikenal sebagai “petarung” dalam kompetisi ogoh-ogoh. Namun, ia menegaskan bahwa ST Dharma Sakti tidak menjadikan juara sebagai tujuan utama.
“Kami tidak terlalu fokus pada gelar juara. Yang penting bagi kami adalah menampilkan karya terbaik dan maksimal, serta belajar dari kekurangan tahun sebelumnya. Ini adalah proses pembelajaran dan upaya melestarikan seni dan budaya Bali,” ujar Tito pada Kamis (5/12/2024).
Dengan anggaran sebesar Rp 30 juta untuk pengerjaan dari awal hingga selesai, mereka telah menggunakan Rp 10 juta, sebagian besar untuk mendukung penggunaan mesin dan teknologi yang mempermudah proses pengerjaan.
Melestarikan Budaya dan Menjaga Semangat Seni
Tito menekankan bahwa masa Pangerupukan, yang menjadi momen puncak perayaan ogoh-ogoh, bukan hanya tentang ajang kompetisi tetapi juga pelestarian budaya Bali. “Kami berharap tradisi ini terus menjadi ruang bagi kreativitas pemuda untuk berkarya sambil menjaga ajaran agama Hindu dan nilai seni yang adi luhur,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya kekompakan di antara anggota ST, terutama menjelang Pangerupukan yang sering diwarnai oleh dinamika, baik di dalam maupun di luar banjar.
Tito menyoroti berbagai permasalahan yang kerap terjadi, seperti pro-kontra juara, kekerasan, hingga insiden pembakaran ogoh-ogoh. Ia berharap ajang tarung bebas tahun ini bisa menjadi momen refleksi bagi seluruh ST untuk lebih bijak dan dewasa dalam menyikapi kompetisi.
“Semoga kita semua bisa menanamkan jiwa optimis, menjaga emosi, dan tidak mudah terpengaruh oleh gesekan. Tarung bebas ini seharusnya menjadi ajang kreativitas yang positif, bukan pemicu konflik,” tegasnya.
ST Dharma Sakti berharap tarung bebas 2025 menjadi momentum bagi para pemuda untuk terus melestarikan tradisi ogoh-ogoh sebagai warisan budaya Bali. “Kami ingin karya ini menjadi jembatan bagi generasi muda untuk belajar, berkarya, dan menjaga kebudayaan Bali yang tak ternilai,” tutup Tito.
Dengan fokus pada kualitas karya, ST Dharma Sakti berkomitmen untuk menghadirkan ogoh-ogoh yang tidak hanya indah secara visual tetapi juga sarat makna, menjadikan seni sebagai alat untuk mempererat kebersamaan dan memperkokoh identitas budaya. *m03