ARTICLE AD BOX
Kendala ini menyulitkan pengelola dalam menampung kendaraan wisatawan, terutama mobil, yang berkunjung ke kawasan wisata warisan budaya dunia tersebut.
Manajer DTW Jatiluwih I Ketut Purna mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan lahan pelaba Pura Petali yang berjarak sekitar 1-kilometer arah utara kawasan wisata Jatiluwih sebagai lokasi parkir alternatif. Namun, pemanfaatan lahan tersebut membutuhkan penataan lebih lanjut dan dukungan anggaran.
"Lahan sudah ada di depan Pura Petali. Tapi, untuk memanfaatkan lahan ini sebagai areal parkir dibutuhkan biaya dan anggaran untuk penataan. Serta kami perlu buggy untuk mengangkut pengunjung dari sana ke sini atau sebaliknya. Kami perlu minimal lima buggy," jelasnya, Minggu (15/12).
Setiap hari, khususnya pada siang hari, DTW Jatiluwih membutuhkan ruang parkir untuk minimal 200 mobil agar tidak terjadi kemacetan. "Saat jam kunjungan puncak, kami memerlukan ruang parkir yang cukup besar. Meski kami belum menghitung luasnya secara rinci, kebutuhan ini mendesak untuk menciptakan kenyamanan wisatawan," tambah Purna.
Persoalan ini telah disampaikan kepada Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana, saat kunjungannya ke Jatiluwih beberapa waktu lalu. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto, menyatakan bahwa Kemenpar akan menindaklanjuti usulan tersebut.
"Salah satu poin penting yang kami catat dari masukan pengelola DTW adalah kebutuhan lahan parkir. Untuk solusi jangka panjang, kami akan berkolaborasi dengan pemerintah daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK)," ujar Hariyanto.
Namun, pengajuan DAK baru dapat diproses pada 2025 untuk pelaksanaan di 2026. "Juni 2025 adalah batas waktu pengajuan. Karena itu, kami harap Pemerintah Kabupaten Tabanan melalui Dinas Pariwisata bisa memformulasikan usulan ini dengan baik," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Tabanan, Anak Agung Ngurah Satria Tenaya, saat disinggung terkait implementasi penggunaan e-tiket pada destinasi ini untuk mengurangi potensi pendapatan yang tidak terbayarkan, mengungkapkan bahwa hal tersebut belum bisa direalisasikan karena masalah terbatasnya lahan parkir. "E-tiket sulit diterapkan kalau parkir belum ada," ungkapnya.
Menurut Satria, jalan menuju DTW Jatiluwih yang sempit juga menjadi kendala, terutama saat volume kendaraan meningkat. Ditanya terkait dengan rencana penggunaan mobil shuttle untuk mengurai jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan wisata ini, Satria menyebutkan bahwa itu juga belum bisa dilaksanakan karena lahan parkir di kawasan Pura Petali tersebut disebutnya belum maksimal. “Kalau infrastruktur destinasi sudah bagus, kita Cuma kendala parkir aja sebenarnya, jadi penggunaan shuttle belum bisa,” katanya.
Lebih jauh, menjelang akhir tahun ini, Satria menyebut kunjungan wisatawan ke Tabanan sudah mulai meningkat hingga 60-70 persen. Namun, kurangnya akomodasi wisata di Tabanan turut menjadi perhatian. Ia menyebut bahwa hal ini juga merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada konsentrasi wisatawan mayoritas hanya di wilayah Bali Selatan saja. "Kesiapan akomodasi kita di Denpasar dan Badung yang sudah siap. Contoh yang dekat di Tanah Lot itu kan hanya beberapa ada akomodasi pariwisata disana, itu yang sebetulnya kita belum siap di Tabanan. Kalau homestay terlalu jauh dengan desa wisata," terangnya.
Meski demikian, pihaknya sedang berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan destinasi wisata Tabanan agar dapat lebih siap menyambut wisatawan yang terus berkembang. “Kalau akomodasi di Tabanan berkembang, ramai sama seperti di Badung, saya yakin over tourism yang di Badung bisa merata ke Tabanan, jadi untuk itu kita berusaha dulu fokus mengembangkan destinasi wisata kita di Tabanan,” tandasnya.7 cr79